Untuk menambah Pengetahuan serta wawasan buat sahabat semua yang sedang mencari referensi dalam Budidaya Udang Khususnya Udang Vanname bersama ini saya posting semoga dapat memberi manfaat. silahkan dipahami dan juga dapat dipelajari setidaknya bisa menambah wawasan apakah anda sebagai pelaku utama ataupun pelaku usaha di bidang perikanan. Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) merupakan salah satu udang introduksi yang dirilis resmi oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sebagai salah satu alternatif udang windu di Indonesia. Menurut James.w, 1991 udang vanname diklasifikasikan sebagai berikut :
Pylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Subclass : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Sub Ordo : Dendrobrachiata
Family : Penaeidae
Genus : Penaeus
Subgenus : Litopenaeus
Species : vannamei
Tiga indikator keunggulan yang dimilikinya udang vaname , yaitu : pertumbuhan cepat,tahan penyakit, dan efisiensi pakan tinggi. Dalam kurun waktu ± 1 tahun , pengembangan udang vanname dan rotris telah menunjukan peningkatan dimana produksinya bisa mencapai 11 ton ha menggunakan tambak sistem resirkulasi tertutup (BBPAP Jepara , 2002). Ditengah-tengah perkembangannya yang begitu pesat , kendala budidayapun datang mengancam dengan berbagai jenis penyakit. Hasil analisis Laboratorium Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Ditjen Perikanan Budidaya DK.P menunjukan bahwa beberapa penyakit yang ditemukan menyerang udang vanname dan rotris yaitu : Taura Syndrome Virus (TSV), Bacterial While Spot Syndrome (BWSS),usus bengkak, dan Infectious Hypodermal Hemalopoeilic Necroris Virus (IHHNV). Vanname dan rotris sangat berpotensi membawa TSV yang bisa menghancurkan perudangan nasional. Selain itu, kegagalan petani/pengusaha vanname dan rotris umumnya disebabkan oleh kelailaian dalam pengelolaan kualitas air dengan meggunakan tambak sistem terbuka (Open Sistem). Dengan demikian kegiatan kaji terap teknologi budidaya udang vanname dengan sisitem resirkulasi tertutup (Closed Sistem) perlu dilaksanakan.
METODE BUDIDAYA
Metode budidaya udang vanname merupakan rangkaian beberapa kegiatan yang dilakukan mulai dari persiapan sampai dengan pemanenan. Secara rinci, kegiatan tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut :
2.1. Persiapan Tambak
2.1.1. Perbaikan Konstuksi Tambak dan Pemasangan Pagar Plastik.
Sebelum tambak di gunakan, dilakukan perbaikan konstruksi yang meliputi kegiatan perbaikan pematang, pintu air, serta saluran pemasukan dan pengeluaran air. Perbaikan pematang dilakukan dengan menutup bocoran serta mempertinggi, memperlebar, dan memadatkan pematang agar kuat dan tidak porus.
Untuk perbaikan saluran air di lakukan dengan membersihkan saluran dari sampah organik dan anorganik kemudian diperdalam dan diperlebar dengan mengangkut Lumpur yang terdapat pada dinding dan dasar saluran. Hal ini dilakukan agar kebutuhan air tambak terpenuhi dengan kuantitas dan kualitas yang memadai. Sedangkan perbaikaaan pintu air dapat dilakukan dengan memperbaiki atau mengganti komponen- komponen yang telah rusak. Selain itu, pintu air pemasukan dan pengeluaran air di lengkapi dengan saringan dengan bentuk, bahan, dan ukuran disesuaikan dengan fungsinya.
Setelah perbaikan konstruksi tambak, kemudian dilakukan pemasangan pagar keliling berupa terpal plastik berukuran tinggi ± 40 cm dan panjang disesuaikan dengan panjang pematang yang mengelilingi petak pemeliharaan. Pagar tersebut di pasang di atas pematang denga posisi ± 45omiring ke luar dari permukaan pematang. Pemasangan pagar plastik ini bertujuan untuk mencegah masuknya hama ke dalam areal pertambakan ,seperti kepiting dan jenis Crustacea lainnya. Untuk mengantisipasi masuknya hama melalui bagian bawah pagar, maka pagar tersebut di tanam dengan pematang sedalam ± 10 cm.
2.1.2 Pengeringan dan Pengangkatan Lumpur Dasar Tambak
Pengeringan tanah dasar akan dilakukan selama ± l bulan sampai tanah dasar tambak retak- retak . Selama pengeringan, dilakukan pengangkatan Lumpur dasar tambak secara selektif (tidak total), di mana pengangkatan lumpur hanya di lakukan terhadap lumpur yang mengandung amoniak (NH3) atau asam sulfida (H2S).Menurut Kokarkin (1999), tanah atau lumpur yang berada di tengah dasar tambak tidak selamanya harus di buang dengan pertimbangan bahwa lumpur dapat menjadi sumber nutrien dalam penumbuhan fitoplankton. Selain itu, pada saat mengalami pergantian kulit (moulting), pada umumnya udang berlindung dengan cara memasukan badannya ke dalam lumpur untuk menghindari pemangsaan dari udang lainnya.
Secara sederhana, upaya yang dilakukan untuk mendeteksi lumpur yang mengandung amoniak dan asam sulfida yaitu denagan mencium bau Lumpur tersebut. Apabila lumpur tersebut berbau busuk (bau telur busuk) maka dapat dipastikan mengandung amoniak dan asam sulfida dan harus dibuang. Adanya kandungan NH3 dan H2S yang dapat di deteksi dalam jumlah berapapun dianggap bersifat merusak produksi budidaya (Chamberlain dalam Chow ,1994).
2.1.3 Pemasangan Skala Air.
Skala air merupakan alat untuk mengukur ketinggian air dalam menunjang penentuan volume air tambak. Pemasangan skala air dilakukan pada petak pemeliharaan da penampungan (tandon) dengan jumlah 2 buah per petak. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa tanah dasar tambak kurang datar (perbedaan elevasi) sehingga di perlukan lebih dari 1 skala air untuk mempermudah dalam perhitungan tinggi rata-rata air. Fungsi tandon adalah :
- Sebagai tempat mempersiapkan air berkualitas baik sebelum dimasukkan ke tambak seperti mengendapkan partikel organik, penumbuhan jenis makanan alami yang diinginkan dan menerapkan perlakuan fisik (penyaringan, penyekatan, pengangkatan endapan); kimia (pengapuran, aerasi): serta biologi (ikan bandeng, kerang hijau, rumput laut dan sebagainya).
Sebagai tempat mengendapkan limbah dan tamhak (intensif) sebelum dibuang ke laut. Model dan perlakiian tandon pasok perlu disesuaikan dengan kondisi sumber air, dimana pada kualitas air lebih rendah maka diperlukan petak-petak landon yang lebih banyak dengan berbagai perlakuan.
2.1.4 Pemasangan Saringan Air
Pemasangan saringan air dilakukan terhadap pintu pemasukan dan pengeluaran air. Bentuk saringan adalah saringan kamong (kondom) karena pintu pemasukan dan pengeluaran air berupa pipa paralon (PVC). Adapun bahan saringan terdiri dari waring hijau pada pintu pemasukan ,sedangkan pada pintu pengeluaran berupa waring hijau atau hitam (disesuaikan dengan umur dan ukuran udang).
2.1.5. Pemasangan Jembatan Anco
Pemasangan jembatan anco dilakukan dengan menggunakan rangkaian batang bambu berukuran sekitar 2 meter dipasang menjorok ke dalam tambak dengan penyangga di dasara tambak .Adapun jumlah jembatan anco yang digunakan pada petak pemeliharaan adalah 4 buah/petak. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dalam mengetahui laju pertumbuhan, tingkat kesehatan, nafsu makan, dan populasi udang selama pemeliharaan melalui pengontrolan anco.
2.1.6. Pemasangan Kincir
Untuk mensuplai kebutuhan udang akan oksigen terlarut (DO) dalam tambak digunakan aerator berupa incir/paddle whell. Perbandmgan antara jumlah kincir yang akan digunakan dengan iumlah benur yang akan ditebar adailah 1 unit :50.000 atau 3 unit petak. Adupun posisi pemasangannya adalah sistem sejajar, dimana arah perputaran kedua unit kincir tersebut menuju kearah pintu pengeluaran air.
2.2. Persiapan Air
Pemasukan air pertama dilakukan pada petak penampungan/tandon melalui saluran utama. Kemudian air tersebut didistribusikan/disalurkan ke petak pemeliharaan melalui pipa paralon menggunakan pompa submersible 6" sampai ketinggian air mencapai ± 60 cm.
Petakan tambak yang akan ditebari benur harus bebas dan hama agar tingkat kelangsungan hidup (SR) udang vanname dapat dicapai seoptimal mungkin sesuai dengan target (70 %), Untuk itu, air tambak perlu disucihamakan dengan menggunakan pestisida organic yaitu saponim (Tea Seed) sebanyak 30 ppm kemudian air diaduk dengan pengoperasian kincir.
Saponim yang telah ditebar akan menimbulkan busa pada permukaan air tambak selama 3 – 4 hari busa tersebut sebaiknya diangkat menggunakan caduk untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Setelah air tambak netral, benur udang vanname siap ditebar.
2.3 Penebaran benur
Penebaran benur dilaksanakan dengan padat tebar 10 ekor /m2 atau 100.000 ekor /ha. Penebaran akan dilaksanakan pada pagi hari pukul 06.00 - 09.00 WIB dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut :
- Benur akan mendapatkan lingkungan media penebaran yang kadar oksigen (DO) yang semakin membaik, penebaran pada sore hari akan sebaliknya menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air tambak dan
- Pengamatan terhadap benur yang baru ditebar akan lebih mudah dilaksanakan.
Untuk mencegah tingginya tingkat kematian (mortalitas) benur pada saat dan setelah penebaran, dilakukan akiimatisasi terlebih dahulu terhadaop benur yang akan ditebar.baik aklimatisasi salinitas, suhu, maupun pH.
2.4. Pemberian Pakan
Berdasarkan spesifikasi teknologi yang akan diterapkan yaitu semi intensif, maka penyediaan pakan meliputi pakan alami dan pakan tambahan. Penyediaan pakan alami dilakukan melalui pemupukan dengan pupuk organic (kotoran ayam/postal) dan pemberian probiotik (Star bioplus)serta pengelolaan kualitas air yang teratur dan kontinyu. Lingkungan budidaya yang dikelola dangan baik sangat dinamisdan mampu menyediakan pakan alami bagi udang dalam tambak, bagi fitoplankton maupun zooplankton.
Disamping pakan alami dan untuk meningkatkan produktivitasnya, udang Vanname membutuhkan pakan tambahan dengan sumber hara dalam melengkapi dan menyediakan semua gizi yang diperlukan udang. Pakan tambahan ini merupakan pakan buatan yang telah diolah ke dalam bentuk fine crumble, coarse crumble, dan pellet. Pakan buatan yang akan digunakan adalah pakan (pellet) komersial "ECOBEST" yang diproduksi oleh PT. Grobest Indomakmur Jakarta.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan maupun skala laboratorium, pakan udang komersial di Indonesia mengandung protein minimal 30%. Dengan nilai kandungan protein pakan tersebut, sebenamya masih tergolong tinggi. Hal ini karena dengan pakan berkadar protein 20% saja, udang Vanname dapat hidup dan tumbuh secara optimal. Adapun jenis, bentuk, dan ukuran pakan yang akan digunakan disesuaikan dengan berat rata-rata (Average Body Weight - ABW) udang seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Jenis, Bentuk, dan Ukuran Pakan berdasarkan ABW
Pakan | ABW Udang Vanname (Gram/ekor) | ||||
Nomor | Jenis | Bentuk | Ukuran (mm) | ||
Panjang | Diameter | ||||
01 | PL. Feed | Fine Crumble | - | 0,6 – 1,0 | 0 – 2 |
02 | Starter | Coarse | - | 1,0 – 2,0 | 2 – 4 |
03 | Grower | Crumble | 1,2 – 3,0 | 2,0 – 2,2 | 4 – 10 |
04 | Finisher | Pellet | 2,2 – 5,0 | 2,0 – 2,2 | 10 – 20 |
05 | Finisher | Pellet | 4,0 – 8,0 | 2,2 – 2,4 | > 20 |
Pemberian pakan dilakukan 12 - 6 jam sekali dengan frekuensi 2 - 4 kali sehari yang dimulai pada hari pertama dengan dosis disesuaikan dengan ABW dan populasi udang selama pemeliharaan. Pada 1 bulan pertama, pemberian pakan akan dilakukan dengan dosis (Feeding Rate - FR) 10,0 - 7,75 % BB/hari. Setelah itu, jumlah pakan diturunkan menjadi 6 - 3 % BB/hari.
Program pemberian pakan tersebut bersifat fleksibel, dimana jumlah pakan dapat berubah-ubah tergantung pada tingkat nafsu makan udang. Beberapa factor yang dapat mempengaruhi tingkat nafsu makan udang adalah : (1) kondisi tanah dasar tambak ; (2) kualitas air ; dan (3) tingkat kesehatan udang. Secara praktis, tingkat nafsu makan udang dapat diketahui dengan pengontrolan anco yang dilakukan setiap 1 dan 2 jam setelah pemberian pakan.
Pemberian pakan dengan jumlah yang berlebihan (over feeding) akan berdampak negatif terhadap kualitas air dan tanah dasar tambak yang akhirnya dapat menurunkan tingkat kesehatan udang. Menurunnya tingkat kesehatan udang akan mempermudah bagi pathogen untuk menyerang udang sehingga udang menjadi sakit dan bahkan dapat menyebabkan kematian massal.
2.5. Sampling
Kegiatan sampling pertama akan dilakukan pada saat udang mencapai umur 40 hari pemeliharaan di tambak. Sedangkan sampling berikutnya dilakukan 10 hari sekali dari sampling sebelumnya. Adapun maksud dilakukan sampling adalah untuk mengetahui kepadatan (populasi) udang, laju pertumbuhan, dan sekaligus sebagai dasar dalam menetapkan jumlah pakan yang dibutuhkan oleh udang selama pemeliharaan.
2.6. Pengelolaan Kualitas Air
Selama proses pemeliharaan dilakukan pengelolaan kualitas air untuk mencegah dan mengatasi adanya penurunan kualitas air. Jenis kegiatan yang akan dilakukan tergantung pada hasil monitoring. Monitoring kualitas air dilakukan 3 kali setiap hari, yaitu pagi, siang, dan sore hari. Adapun parameter kualitas air yang akan dimonitor meliputi salinitas, suhu, pH, kecerahan, warna air, kadar oksigen terlarut (DO) Jenis plankton, dan lain-lain.
Kegiatan pengelolaan kualitas air umumnya terdiri dari penambahan, pengurangan, dan pergantian air, pemberian input tertentu (saponin, pupuk, probiotik, dan sebagainya), serta penampungan, pengendapan, dan treatment air pada petak penampungan/tandon.
2.7. Pemberantasan Hama Penyakit
- Manajemen kualitas. air secara teratur dan kontinyu;
- Monitoring dan pengelolaan tanah dasar tambak secara intensif;
- Ketepatan dalam pemberian pakan, baik jumlah, waktu,frekuensi jenis, ukuran, maupun kualitas pakan;
- Kepadatan penebaran benur dibatasi berdasarkan spesifikasi teknologi yang diterapkan; dan
- Mendeteksi adanya gejala serangan pathogen baik secara fisik (manual) maupun dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) di laboratorium secara teratur.
2.8. Pemanenan dan Penanganan Hasil
Pemanenan akan dilakukan setelah udang mencapai umur 120 hari pemeliharaan di tambak atau disesuaikan dengan laju pertumbuhan udang. Apabila berat rata-rata (ABW) telah mencapai standart permintaan pasar (30 ekor/kg) maka panen dapat dilaksanakan walaupun masa pemeliharaan belum mencapai 120 hari.
Dan tebar 50.000 ekor/0,5 ha, diperoleh hasil panen 800 kg dengan size rata-rata 60 ekor/kg. Survival Rate (SR) mencapai 96 % .Berdasarkan data TRUBUS no 411 tahun 2004/xxxv produktivitas vanname per ha mencapai 15 - 20 ton, SR 75 - 90 % dengan sistem budidaya intensif.
SUMBER PUSTAKA :
Anonim, Pemeliharaan Udang Berwawasan Lingkungan, Dirjen Perikanan, Jakarta . 1998.
Kanna, Iskandar. Petunjuk Teknis Budidaya Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) Sistem Resirkulasi Semi Tertutup. BPBPLAPU, Karawang . 2004.
Murdjani, Muhammad. Hadapi White Spot Tebar Vannamei. Trubus 441. Jakarta . 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar