Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali menekankan pentingnya penegakkan hukum dalam menjaga kedaulatan perairan Indonesia. Hal tersebut diungkapkannya saat memyampaikan kuliah umum bertema ‘Keamanan Maritim dan Keberlanjutan Sumber Daya Kelautan Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia’ di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/10). Dalam kesempatan tersebut, Menteri Susi menceritakan awal dirinya menjabat sebagai menteri.
Ia menilai, permasalahan masuknya kapal-kapal asing ke perairan Indonesia merupakan suatu perwujudan betapa buruknya penegakan hukum saat itu. Hal tersebut akhirnya berimbas pada menurunnya jumlah rumah tangga nelayan yang turun hingga 50 persen dan sebanyak 115 perusahaan eksportir perikanan gulung tikar. “Rupanya dari 2003 ke 2013, sensus nasional itu jumlah rumah tangga nelayan menurun hampir 50 persen. Dari 1,6 juta menjadi tinggal hanya 800ribu saja. Curious give me more. Saya coba lagi cari tahu kenapa. Berarti ada persoalan besar di belakang,” ujarnya. Pencurian ikan, lanjut Menteri Susi, bukan hanya mengurangi stok ikan saja tapi juga mengubah sifat para nelayan tradisional menjadi negatif dengan menggunakan bom ikan.
“Sebenarnya bukan hanya karena illegal fishing saja, tapi susahnya mencari ikan juga mengubah behavior para penangkap hasil perikanan. Mereka ada yang pakai bom, ada yang pakai portas, pokoknya eksistensifitas daripada kegiatan penangkapan hasil perikanan menjadi sangat brutal. Tapi kita juga tidak bisa menyalahkan para nelayan ini, jadi so, saya mulai benahi ke dalam. Lihat UU Perikanan. Begitu saya analisa. Ternyata illegal fishing ini menjadi salah satu penyebab yang paling besar,” lanjutnya. Sebagai upaya menjaga kedaulatan sektor kelautan dan perikanan, Menteri Susi pun menerbitkan sejumlah peraturan, salah satunya adalah menenggelamkan kapal para pencuri ikan untuk menumbuhkan deterrent effect.
Menteri Susi pun mengambil langkah untuk mereformasi sektor kelautan dan perikanan, salah satunya ialah dengan membentuk Satuan Tugas Illegal Unreported and Unregulated Fishing (IUUF) atau Satgas 115. Satgas tersebut terbentuk karena persetujuan Presiden Joko Widodo untuk menghukum para pelaku illegal fishing dengan menenggelamkan kapal asing pelaku pencurian ikan. Menteri Susi menuturkan tidak mudah untuk menegakkan peraturan tersebut.
Terlebih prakteknya yang sudah berlangsung sejak lama. “Reforming is never easy. Tapi sebuah bangsa kalau mau maju harus continue improving. Bangsa yang maju itu bangsa yang continue and sustain reform,” ungkapnya. Kedaulatan sektor perikanan 100 persen menjadi milik bangsa Indonesia, setelah Perpres No.44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, secara resmi diteken oleh Presiden. Perpres tersebut menegaskan bahwa perikanan tangkap masuk ke daftar negatif bagi investasi asing. “Tidak boleh ada kapal asing, nelayan asing yang tangkap ikan di Indonesia. Ini adalah kemenangan Indonesia, sumber daya ini 100 persen untuk Indonesia,” lanjutnya. Berbagai aturan hukum di Indonesia untuk menjaga kedaulatan perairan Indonesia seyogyanya dapat dijalankan dengan baik guna memperkuat sektor kelautan dan perikanan.
“Adanya Perpres 44, Satgas 115, ada UU No.45 tahun 2009. Saat ini itu instrumen terbaik yang Indonesia punya to protect our sea. Dan anda semua yang ada di sini, adalah partner saya sebagai anak bangsa,” tutupnya.
sumber yutube
Tidak ada komentar:
Posting Komentar