Ilmuwan Indonesia Dwi Hartanto Berbohong soal Prestasinya

Dwi Hartanto (Foto: PPI Delft)
Ilmuwan Indonesia di Belanda, Dwi Hartanto, membuat geger publik. Jabatan Technical Director di Airbus Defence and Space, Technology Lead di Spacecraft Research and Technology Centre Badan Antarika Eropa (ESA) itu sepertinya harus dikubur sekian dalam.
Putra kebanggaan Indonesia itu, ahli utama dalam riset pengembangan pesawat tempur siluman generasi ke-6 di Airbus Defence and Space, telah berbohong. Jabatan dan segala ceritanya tentang kedirgantaraan, tidak benar-benar ia jalani. Dalam pengakuannya, Dwi meminta maaf telah melebih-lebihkan segala informasi yang berkaitan dengan aktivitasnya sebagai akademisi.

"Sebagaimana kita ketahui, di beberapa waktu terakhir ini telah beredar informasi berkaitan dengan diri saya yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial. Khususnya perihal kompetensi dan latar belakang saya yang terkait dengan bidang teknologi kedirgantaraan {Aerospace Engineering) seperti teknologi roket, satelit, dan pesawat tempur. Melalui dokumen ini, saya bermaksud memberikan klarifikasi dan memohon maaf atas informasi-informasi yang tidak benar tersebut," ujar Dwi dalam pernyataan resmi yang diterima kumparan (kumparan.com), Minggu (8/10).

Dwi mengaku khilaf --tidak mengkoreksi, verifikasi, dan klarifikasi. Bahkan latar belakang pendidikan Dwi yang sebelumnya digembar-gemborkan bersinggungan dengan satelit, dibantahkan lewat pernyataannya. Pengakuan Dwi sebelumnya yang pernah mengenyam pendidikan di Tokyo Institute of Technology, Jepang, adalah hoaks: bohong alias tidak benar.

Nyatanya, Dwi adalah lulusan S1 Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta, Fakultas Teknologi Industri, Program Studi Teknik Informatika, yang lulus pada 15 November 2005. "Saya bukan lulusan dari Tokyo Institute of Technology, Jepang, seperti informasi yang banyak beredar," ujarnya.

Selanjutnya, Dwi juga menjelaskan terkait program Master S2 yang ia jalani di TU Delft, Faculty of Electrical Engineering, Mathematics and Computer Science. Dia membuat tesis berjudul "Reliable Ground Segment Data Handling System for Delfi Satellite Mission", di bawah bimbingan Dr. Ir. Georgi Gaydadjiev, yang selesai pada Juli 2009.

Dia mengaku, penelitian masternya tersebut hanya bersinggungan dengan sistem satelit. "Tetapi (hanya) dalam kaitan dengan bagian satelit data telemetri dan ground segment network platform-nya," kata Dwi.
Saat ini, kata Dwi, dia tengah menyelesaikan studi S3 di grup riset Interactive Intelligence, Dept. of Intelligent Systems, pada fakultas yang sama di TU Delft, di bawah bimbingan Prof. M.A. Neerincx dengan judul disertasi "Computer-based Social Anxiety' Regulation in Virtual Reality Exposure Therapy".

"Dengan demikian, posisi saya yang benar adalah seorang mahasiswa doktoral di TU Delft. Informasi mengenai posisi saya sebagai Post-doctoral apalagi Assistant Professor di TU Delft adalah tidak benar," ujarnya.
Sebelumnya, Dwi berujar dengan harumnya, riset-riset yang dia lakukan di Belanda sangat sensitif sehingga berulang kali ditawari paspor Belanda. Bersama para guru besar dari TU Delft, Dwi menggarap penelitian di bidang national security Kementerian Pertahanan Belanda, European Space Agency (ESA), National Aeronautics and Space Administration (NASA), Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), serta Airbus Defence.

Riset yang ia kerjakan --sebelum kebohongan itu terungkap, antara lain terkait teknologi roket untuk militer di bidang pertahanan dan keamanan, dan satelit untuk misi ke luar angkasa. Ia juga terlibat dalam penyempurnaan teknologi pesawat tempur Eurofighter Typhoon generasi anyar milik Airbus Defence.
“Dengan senang hati, saya akan membantu dan menularkan ilmu, pengalaman, serta menumbuhkan semangat ke anak-anak bangsa Indonesia untuk terus maju dan tidak takut bermimpi besar, khususnya pada bidang-bidang advance and sensitive technology,” ujar Dwi kepada kumparan, beberapa waktu silam.
Namun kini, pernyataan Dwi seolah terbantahkan. Dia juga menjelaskan --rinci dan lengkap-- tautan berita yang menyangkut tentang 'kebohongannya'. Dwi mengklarifikasi, dan menarik sebagian besar pengalaman hebatnya itu, dalam 5 lembar halaman pernyataan.

Berikut klarifikasi Dwi:
1. Tidak benar bahwa saya adalah kandidat doktor di bidang space technology & rocket development.
2. Saya adalah kandidat doktor di bidang Interactive Intelligence (Departemen Intelligent Systems) seperti yang dijabarkan di Bab II.
3. Tidak benar bahwa saya dan tim telah merancang bangun Satellite Launch Vehicle. Yang benar adalah bahwa saya pernah menjadi anggota dari sebuah tim beranggotakan mahasiswa yang merancang salah satu subsistem embedded flight computer untuk roket Cansat V7s milik DARE (Delft Aerospace Rocket Engineering), yang merupakan bagian dari kegiatan roket mahasiswa di TU Delft.
4. Proyek ini adalah proyek roket amatir mahasiswa. Proyek ini bukan proyek dari Kementerian Pertahanan Belanda, bukan proyek Pusat Kedirgantaraan dan Antariksa Belanda (NLR), bukan pula proyek Airbus Defence ataupun Dutch Space. Mereka hanya sebagai sponsor-sponsor resmi yang memberikan bimbingan serta dana riset.

5. Tidak benar bahwa pernah ada roket yang bemama TARAVTs (The Apogee Ranger versi 7s). Yang ada adalah DARE Cansat V7s.
Terkait dengan program Mata Najwa Metro TV yang saya diwawancarai langsung oleh Najwa Shihab, yang bisa diakses di: http://video.metrotvnews.com/plav/2016/ll/12/612154/612154/mata-najwa-goes-tonetherlands-jejak-bapak-bangsa-5.

Berikut klarifikasi Dwi:
1. Tidak benar bahwa saya sedang melakukan Post-doctoral maupun sebagai Assistant Profesor TU Delft. Yang benar adalah saat wawancara terjadi hingga saat ini saya merupakan mahasiswa doktoral (seperti dijabarkan di Bab II).
2. Tidak benar juga bahwa saya bergerak dalam penelitian di bidang satellite technology and rocket development. Topik penelitian doktoral saya saat ini adalah dalam bidang intelligent systems khususnya virtual reality (seperti dijabarkan di Bab II). Proyek yang diekspose dalam program Mata Najwa tersebut bukan suatu proyek strategis untuk ISS (International Space Station). Proyek itu adalah proyek roket mahasiswa Stratos dari ekstrakurikuler mahasiswa DARE TU Delft, sebagaimana saya jelaskan di Bab III. Itu pun peranan teknis saya saat itu adalah pada pengembangan.
3. Saya bukan technical director pada proyek roket dan satelit tersebut di atas. Dengan demikian informasi bahwa saya satu-satunya orang non-Eropa yang masuk di ring 1 teknologi ESA adalah tidak benar.

Berikut pernyataan Dwi di halaman pembuka:
Pertama-tama, saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia nikmat-Nya bagi kita semua. Kedua, saya juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memungkinkan diselenggarakannya pernyataan tertulis/media ini. Sebagaimana kita ketahui, di beberapa waktu terakhir ini telah beredar informasi berkaitan dengan diri saya yang tidak benar, baik melalui media massa maupun media sosial.
Khususnya perihal kompetensi dan latar belakang saya yang terkait dengan bidang teknologi kedirgantaraan (Aerospace Engineering) seperti teknologi roket, satelit, dan pesawat tempur. Melalui dokumen ini, saya bermaksud memberikan klarifikasi dan memohon maaf atas informasi-informasi yang tidak benar tersebut.

Saya mengakui bahwa kesalahan ini terjadi karena kekhilafan saya dalam memberikan informasi yang tidak benar (tidak akurat, cenderung melebih-lebihkan), serta tidak melakukan koreksi, verifikasi, dan klarifikasi secara segera setelah informasi yang tidak benar tersebut meluas. Ketidakakuratan informasi yang saya sebutkan sebelumnya belakangan ini terkuak selebar-Iebarnya, dan menimbulkan kegelisahan di masyarakat Indonesia, khususnya di antara alumni almamater saya, TU Delft (Technische Universiteit Delft).

Akan tetapi, dari awal saya tidak ada maksud dan keinginan untuk secara sengaja merugikan dan bahkan menyerang individu atau lembaga-lembaga yang terkait. Untuk itu, izinkan saya dalam kesempatan ini melakukan klarifikasi secara detail, yang akan dijabarkan pada bab-bab berikutny







Tidak ada komentar:

Posting Komentar